Persaksian palsu dalam Bahasa Nabi shallallahu alaihi wa sallam disebut dengan “qaul az-zur” atau “syahadah az-zur” yang artinya adalah perkataan yang penuh dengan kebohongan dan diada-ada. Biasanya dilakukan untuk melepaskan diri dari jeratan hukum, atau membela diri, atau bisa juga untuk melencarakan promosi suatu kepentingan bisnis. Karena secara logika sangat jarang ada yang suka berbohong tanpa ada factor kepentingan pribadinya.
Sebagaimana disebutkan oleh Al-Qurtubi (671 H) yang dikutip oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar (852 H) dalam Fath Al-Bari (5/426), ketika mendefenisikan qaul az-zur:
هي الشهادة بالكذب؛ ليتوصل بها إلى الباطل من إتلاف نفس، أو أخذ مالٍ، أو تحليل حرامٍ، أو تحريم حلال"؛
“Qaul zur, adalah persaksian bohong, dengan tujuan yang bathil, bisa jadi karena merusak jiwa (karena pembunuhan), atau keuntungan harta, atau menghalalkan yang haram, atau mengharamkan yang haram”.
Lalu al-Hafidz Ibnu Hajar menambahkan apa yang disebutkan oleh Al-Qurtubi di atas, dengan mengatakan bahwa kriteria persaksian dusta adalah “dengan membalikkan fakta”.
Sedangkan menurut penafsiran imam At-Tabari (310 H) dalam tafsirnya Jami’ Al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur’an (h.366) qaul az-zur itu “menghiasi sesuatu sampai kelihatan bagus, padahal faktanya tidak seperti itu. Sehingga orang yang mendengar dan melihatnya berfikir, bahwa apa yang ia sampaikan adalah fakta. Ibarat orang yang sedang bernyanyi, kedengaran indah dan elok, padahal apa yang dilantunkannya berbeda dengan faktanya”.
Maka tidak diragukan lagi bahwa “qaul az-zur” dan “syahadah az-zur” merupakan induknya dosa besar yang oleh Rasulullah menyebutnya dengan “أكبر الكبائر”, sebagaimana disebutkan dalam Shahihain dari Abu Hurairah:
عن أَبِي بَكْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟ قُلْنَا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ ثلاثا: الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ، وَكَانَ مُتَّكِئًا فَجَلَسَ، فَقَالَ: أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ. فَمَا زَالَ يَقُولُهَا حَتَّى قُلْتُ: لَا يَسْكُتُ
“Dari Abu Bakrah radliallahu ‘anhu dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Maukah aku beritahukan kepada kalian sesuatu yang termasuk dari dosa besar? Kami menjawab; “Tentu wahai Rasulullah.” Beliau mengulanginya tiga kali seraya bersabda: “Menyekutukan Allah dan mendurhakai kedua orang tua.” -ketika itu beliau tengah bersandar, kemudian duduk lalu melanjutkan sabdanya: “Perkataan dusta dan kesaksian palsu, perkataan dusta dan kesaksian palsu.” Beliau terus saja mengulanginya hingga saya mengira (khawatir) beliau tidak akan diam”. (Muttafaqun ‘Alaih).
Persamaan Dosa Persaksian Palsu Dengan Syirik Besar
Besarnya dosa pelaku “berbohong” atau “persaksian palsu” sampai disetarakan dengan syirik besar, sebagaimana disebutkan oleh Allah:
فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْاَوْثَانِ وَاجْتَنِبُوْا قَوْلَ الزُّوْرِ ۙ
“….maka jauhilah olehmu (penyembahan) berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan dusta. (QS. Al-Hajj: 33).
Pada ayat ini, Allah menyebutkan kesyirikan dan perkataan dusta secara bersamaan. Oleh karena itu sebagian salaf mengatakan bahwa perkataan bohong atau persaksian dusta setara dengan dosa syirik. (Salim bin ‘Ied Al-Hilali, syarh Riyadhus Shalihin, h. 65).
Oleh karena itu, tatkala Allah menyebutkan sifat-sifat orang beriman, mereka senantiasa jauh dari persaksian dusta dalam hal apapun.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَالَّذِيْنَ لَا يَشْهَدُوْنَ الزُّوْرَۙ وَاِذَا مَرُّوْا بِاللَّغْوِ مَرُّوْا كِرَامًا
“Dan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka berlalu dengan menjaga kehormatan dirinya”. (QS. Al-Furqan: 72).
Jujurlah Dalam Menyebutkan Kondisi Usahamu
Di era kecanggihan teknologi seperti yang kita saksikan khususnya bagi para pengusaha/pebisnis; apapun usahanya itu, baik usaha di bidang makanan, property, kesehatan, atau bahkan di bidang pendidikan, hati-hatilah dalam menawarkan bisnis atau usaha anda. Jangan sampai demi mendapatkan pelanggan yang banyak, kita rela berbohong, bercerita tentang apa yang kita bisniskan dengan cerita yang tidak sesuai fakta.
Ceritakanlah usahamu sesuai fakta di lapangan, tanpa harus menutupi kekurangannya, tanpa harus menghiasi agar kelihatan bagus. Sebab pengusaha yang jujur akan bersama para Nabi, siddiqin, dan syuhada.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
التَّاجِرُ الصَّدُوقُ الأَمِينُ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ
“Pedagang yang senantiasa jujur lagi amanah ‘terpercaya’ (akan dibangkitkan pada Hari Kiamat) bersama para nabi, shiddiqiin dan syuhada”. (HR. At-Tirmidzi dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu anhu, Shahihut Targhib: 1782).
Kalau kita telaah ucapan Rasulullah pada kata “الصدوق” kita temukan dengan shigat mubalagah yang artinya benar-benar jujur, apalagi ditambah dengan kata “الأمين” yang artinya benar-benar amanah/terpercaya. Sifat jujur dan amanah merupakan sifat yang susah ditemukan dalam diri setiap pengusaha hari ini.
Semoga bermanfaat.