Di antara bukti kemurnian Islam seseorang dilihat dari lisannya dan perbuatan tangannya.
Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wa sallam-bersabda dari jalur sahabat Abdullah bin Amr bin Al-Ash--radiallahu ‘anhuma:
عن عبدالله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((المُسلِمُ مَن سَلِمَ المسلمون مِن لسانه ويده، والمُهاجِرُ مَن هجَرَ ما نهى الله عنه))؛ متفق عليه.
“Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash-radiallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :“Seorang muslim (yang haqiqi) adalah yang bisa membuat muslim lainnya selamat dari lisan dan tangannya, dan hijrah yang sesungguhnya adalah ketika meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah” (Muttafaqun ‘alaih).
Makna Islam
Islam memiliki makna yang bermacam-macam. Oleh karena itu memahami kata Islam dalam Al-Qur’an maupun hadits harus dipahami dengan melihat pada siyaqul ayat atau siyaqul hadits (konteks ayat dan hadits).
Penafsiran Said bin Jubair:
Pertama. Kata “Islam” ditafsirkan dengan “al-mustaslam lighairih” artinya menyerahkan diri kepada orang lain. Kata ini digunakan oleh sebagai ahli tafsir salah satunya Said bin Jubair ketika menafsirkan ayat Al-Qur’an:
قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا ۖ قُل لَّمْ تُؤْمِنُوا وَلَٰكِن قُولُوا أَسْلَمْنَا
“Orang-orang Arab Badui berkata, “Kami telah beriman.” Katakanlah (kepada mereka), “Kamu belum beriman, tetapi katakanlah ‘Kami telah tunduk (Islam)…” (Q.S. Al-Hujurat: 14).
Kata “aslamna” artinya mereka menyerahkan diri mereka, karena takut ditawan dan dibunuh.
Penafsiran imam Az-Zuhri:
Kedua. Imam At-Tabari dalam tafsirnya (h. 517) menyebutkan dari Ibnu Abdil Al-‘Ala dari Abu Tsaur dari Ma’mar bahwa menurut penafsiran imam Az-Zuhri kata “aslamna” maksudnya adalah Islam beserta dengan rukun-rukunnya yang lima. Dan penafsiran “aslama” dengan Islam adalah penafsiran yang paling tepat menurut tarjih/penguatan Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam tafsirnya. (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an al-Adzim, 4/330).
Dalilnya adalah:
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً
“Dari Umar radiallahu ‘anhu dia berkata: Ketika kami duduk-duduk di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada suatu hari, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas ia baru saja melakukan perjalanan jauh atau dia seorang musafir, dan tidak ada seorangpun di antara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata: “ Ya Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islam?”, maka bersabdalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikankan shalat, menunaikan zakat, puasa di bulan Ramadhan dan menjalankan ibadah haji jika engkau mampu“. (HR. Muslim).
Ketiga. Kata “Islam” semakna dengan “as-salamah” artinya orang lain selamat dari keburukannya; baik yang berasal dari lisannya, maupun keburukan akibat perbuatan tangannya. Inilah makna yang dimaksud pada hadits di atas.
Maka penafsiran secara umum kalimat Rasulullah“سلم المسلمون من لسانه” adalah bahwa seorang muslim yang sesungguhnya adalah ketika ia bisa menahan lisannya; tidak mencela, tidak menghina, tidak menggibah, tidak mengadu doma, tidak mentahdzir (yang dia bukan ahlinya), sehingga saudaranya selamat dari semua kejahatan lisannya. Bahkan jika ia mendengar suatu keburukan atau aib dalam diri saudaranya, ia berusaha untuk menutupinya, jika ia mendengar kabar gembira pada diri saudaranya, ia pun ikut bergembira.
Oleh karena menjaga ketajaman lisan merupakan perkara yang sangat berat, maka orang yang tidak bisa menahan lisannya dari perkataan buruk akan diancam dengan neraka.
Sebagai sabda Rasulullah:
ثُمَّ قَالَ: أَلاَ أُخْبِرُكَ بِمَلاَكِ ذَلِكَ كُلِّهِ؟ قُلْتُ: بَلَى يَا نَبِيَّ اللهِ، فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ وَقَالَ: كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا. فَقُلْتُ : يَا نَبِيَّ اللهِ, وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُوْنَ بِمَا نَتَكَلًّمُ بِهِ؟ فَقَالَ : ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا مُعَاذُ، وَهَلْ يُكَبُّ النَّاسُ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ؟ رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ
“Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Maukah aku beritahu tentang sesuatu yang bisa menguatkan semua itu?” Aku menjawab: ‘Tentu, wahai Nabi Allah.’ Maka Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang lisannya dan bersabda: “Tahanlah (jagalah) ini!” Aku bertanya: ”Wahai Nabi Allah, apakah kita akan disiksa disebabkan apa yang kita ucapkan?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ”Alangkah sedihnya ibumu kehilanganmu wahai Muadz, bukankah manusia itu dilemparkan ke dalam neraka dengan wajah tersungkur tidak lain disebabkan hasil panen (apa yang mereka peroleh) dari lisan-lisan mereka?” (HR. At Tirmdzi, dan dia berkata bahwa hadits ini hasan shahih)
Faidah-Faidah Berharga
Syaikh Salim Al-Hilal dalam _Bahjatun Nadzirin Syarh Riyadhussalinin_(h.77-78) menjelaskan tentang beberapa faidah penting yang dapat diambil dari hadits di atas, yaitu:
- Bukti keislaman seseorang dapat dilihat dari selamatnya kaum muslimin dari tajamnya lisan dan tangannya.
- Di antara bukti kemurnian Islam seseorang dapat dilihat dari luhurnya pergaulannya dengan orang lain.
- Lisan adalah gambaran apa ada dalam hati, jika ucapannya bagus, maka bagus pulalah hatinya, dan jika lisannya buruk, maka buruk pulalah hatinya.
- Wajib menjauhi dari segala apa saja yang dapat menyakiti, merugikan kaum muslimin. Ini menunjukkan bahwa seorang muslim, harus memberikan manfaat untuk Islam dan kaum muslimin.
- Hijrah yang sesungguhnya dapat dilihat dari perbuatannya setelah ia hijrah; jika setelah hijrah semakin dekat kepada Allah dan semakin jauh dari maksiat. Maka sesungguhnya ia telah menikmati manisnya hidayah Allah.