Hukum asalnya bahwa orang yang sudah meninggal dunia haram hukumnya untuk menyingkap aibnya selama di dunia.
Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ تَسُبُّوا الأَمْوَاتَ، فَإِنَّهُمْ قَدْ أَفْضَوْا إِلَى مَا قَدَّمُوا
“Janganlah kalian mencela mayat karena mereka telah menjumpai apa yang telah mereka kerjakan.” (HR. Bukhari no. 1393).
Menurut penjelasan syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam syarah Kitab Bulughul Maram sebagaimana dimuat dalam laman https://alathar.net/ kata sabb apabila disebut dihadapannya adalah “membuka aibnya”, jika diucapakan ketiaka ia tidak ada disebut “ghibah”, dan jika yang diucapkan adalah bohong maka disebut “buhtan” atau berdusta atas sama orang lain.
Menurut keterangan syaikh Bin Baz-rahimahullah sebagaimana dimuat dalam artikel https://binbaz.org. bahwa haram hukumnya mencela dan membuka aib orang yang sudah meninggal dunia, kecuali untuk kemaslahatan umat.
Kapan boleh dibuka aibnya?
Berdasarkan penjelasan imam An-Nawawi (676 H) dalam kitab syarah shahih Muslim (7/20):
النهي عن سب الأموات هو في غير المنافق وسائر الكفار وفي غير المتظاهر بفسق أو بدعة, فأما هؤلاء فلا يحرم ذكرهم بشر للتحذير من طريقتهم ومن الاقتداء بآثارهم والتخلق بأخلاقهم
“Larangan mencela orang-orang yang sudah meninggal berlaku bagi selain orang munafiq, dan seluruh orang kafir, dan orang yang memperlihatkan kefasikan dan kebida’ahannya. Adapun mereka ini (munafiq, kafir, dan yang memperlihatkan kebida’ahannya), maka tidak haram untuk menyebutkan kejahatan mereka, agar terhindar dari jalan mereka, dan tidak dijadikan sebagai contoh, baik pengaruh mereka maupun akhlak mereka”.
Apa hikmahnya?
Berdasarkan Riwayat imam At-Tirmidzi (1982) dari sahabat al-Mughirah bin Syu’bah-radiallahu ‘anhu-bahwa Nabi-shallallahu ‘alaihi wa sallam- menjelaskan ‘illat (factor) pelarangan mencela orang yang sudah wafat:
لا تسبوا الأموات فتؤذوا الأحياء
“Jangan kalian mencela orang yang sudah wafat, karena itu dapat menyakiti orang yang masih hidup”. (HR. At-Tirmidzi).
Syaikh Muhammad bin Shalih-masih dalam referensi yang sama- menyebutkan bahwa hikmah dilarangnya mencela orang yang sudah wafat adalah:
كان في سب الأموات معنيان المعنى الأول أنه لغو لأنهم أفضوا إلى ما قدموا والمعنى الثاني أنه إذا كان لهم أحياء يتأذون فإنه يؤذي الأحياء وحينئذ فسب الأموات دائر بين أمرين إما لغو لا فائدة منه وإما إيذاء للأحياء فلهذا نهى عنه النبي صلى الله عليه وسلم .
“Mencela orang yang sudah wafat memiliki dua makna (hikmah). Pertama, karena hal itu perkara sia-sia, sebab mereka telah menerima apa yang mereka lakukan (di dunia). Kedua, apabila mereka meninggalkan keluarga yang masih hidup, maka keluarga yang ditinggalkan akan merasa tersakiti. Maka kesimpulannya bahwa mencela orang yang sudah wafat, tidak lepas dari dua kemungkinan, yaitu perkara sia-sia dan tidak ada manfaatnya, kemudian menyakiti keluarganya, oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hal demikian”.
Semoga bermanfaat.