Sahabat Ibnu Abbas-radiallahu ‘anhu berkisah tentang pengalaman beliau saat bermalam di rumah bibinya Maimunah istri Rasulullah. Ia mengisahkan:
عن عَبدُ اللَّهِ بنِ عَبَّاسٍ -رضي الله عنهما- قال: «بِتُّ عِندَ خَالَتِي مَيمُونَة، فَقَام النَبيَّ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّي مِن اللَّيل، فَقُمتُ عَن يَسَارِه، فَأَخَذ بِرَأسِي فَأَقَامَنِي عن يَمِينِه».
Artinya: Dari Ibnu Abbas-radiallahu ‘anhuhama-berkata: “Saya bermalam di rumah bibiku Maimunah, lalu Nabi-shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk shalat, lalu akupun berdiri di sebelah kiri Beliau, lalu Nabi mengambil kepalaku, dan memposisikanku di sebelah kanan Beliau (Muttafaqun ‘Alaihi).
Beberapa Faidah yang Dapat Dipetik
Dari kisah Ibnu Abbas-radiallahu ‘anhu ini, ada beberapa pelajaran berharga yang dapat kita ambil;
Pertama. Kesungguhan Ibnu Abbas dalam menuntut ilmu, hal ini terlihat ketika Beliau bermalam di rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam -kebetulan lagi bersama istrinya Maimunah-dengan tujuan belajar tentang sifat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal waktu itu Ibnu Abbas belum sampai pada tingkat dewasa.
Kedua. Kesungguhan para sahabat dalam menjadikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai contoh dalam semua ibadah.
Ketiga. Apabila dalam shalat berjama’ah makmumnya cuma satu orang, maka sunnahnya makmum berdiri di samping kanan imam. Namun menurut ulama-di antaranya Syaikh Nashir As-Sa’di-posisi ini hukumnya sunnah. Kalau misalnya makmumnya tetap berdiri di sebelah kiri imam shalatnya tetap sah. Namun ia menyelisihi yang paling diutamakan. Oleh karena Nabi sampai menggeser posisi Ibnu Abbas dari kiri menuju sebelah kanan. Adapun dasar dan argumentasi yang menguatkan bahwa hal itu sunnah di antaranya disebutkan dalam kaidah ushuliyah disebutkan:
أن فعله-صلى الله عليه وسلم -الغالب للاستحباب، وأمره للوجوب
“Bahwa perbuatan Nabi-shallallahu ‘alaihi wa sallam-biasanya menunjukkan sunnah, sedangkan perintahnya menunjukkan wajib”.
Keempat. Bolehnya shalat berjama’ah pada shalat sunnah, baik diikuti oleh anak-anak maupun wanita.
Kelima. Di dalam hadits tersebut menunjukkan bahwa gerakan di dalam shalat-yang bukan bagian shalat-walaupun gerakannya banyak tidak membatalkan shalat, selama untuk kemaslahatan dan kepentingan shalat.
Keenam. Bahwa tidur yang ringan tidak membatalkan shalat. Sebab dalam riwayat imam Muslim disebutkan bahwa Ibnu Abbas tertidur ringan, lalu dijewer oleh Rasulullah secara halus guna membangunkan Ibnu Abbas.
Referensi
- Shahih Bukhari
- Shahih Muslim
- At-Ta’liqat ‘Ala Umdatil Ahkam karya Syaikh Nashir As-Sa’di