Di antara akhlak Rasulullah yang mulia dalam bermuamalah dengan manusia adalah membalas jasa orang yang berbuat baik kepadanya. Sebagaimana hadits dari Aisyah radiallahu ‘anha:
وعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: “كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَقْبَلُ الْهَدِيَّةَ، ويُثِيبُ عَلَيْهَا”. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ.
“Dari Aisyah-radiallahu anhu-ia berkata: “Adalah Rasulullah-shallallahu alaihi wa sallam-suka menerima hadiah, dan membalasnya”. (HR. Al-Bukhari).
Hadist ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahih nomor 2585, dan Ahmad dalam Musnad 7/90, At-Tirmidzi dalam Sunan (4/298) nomor 1953, Abu Dawud dalam Sunan (3/290) nomor 3536.
Menurut penjelasan imam Al-Shan’ani (1186 H) dalam subulus salam (h. 910) bahwa hadits di atas menceritakan bagaimana kebiasaan yang mencerminkan akhlak Rasulullah terhadap orang yang berbuat baik kepadanya. Di saat ada orang yang memberi hadiah, ia tidak menikmati begitu saja, namun ia pun membalasnya-dengan memberikan hadiah yang semisal dengannya-. Bahkan dalam Riwayat Ibnu Abi Syaibah dijelaskan bahwa ternyata Nabi-shallallahu alaihi wa sallam-membalas hadiah itu dengan yang lebih baik dari hadiah yang diberikan kepadanya.
ويثيب عليها ما هو خير منها
“Dan Nabi membalas dengan hadiah yang lebih baik”. (H.R. Ibn Abi Syaibah).
Membalas hadiah dengan yang lebih baik
Bahkan ada sebagian ulama yang mewajibkan untuk membalas hadiah dengan yang lebih baik darinya. Dengan beralasan pada kaidah ushuliyah “عادة النبي صلى الله عليه وسلم إذا كانت مستمرة يقتضي لزومه” artinya “kebiasaan Nabi yang Beliau lakukan secara rutin, menunjukkan wajib bagi umat”. Walapun menurut imam Al-Shan’ani (h. 910) istidlal (cara penggunaan dalil) ini agak keliru. Sebab lebih tepat dikatakan apa yang dilakukan oleh Nabi secara rutin menunjukkan keluhuran akhlak Beliau.
Kebiasaan yang mulia yang dilakukan oleh Rasulullah ini, ia tunjukkan kepada umatnya agar gemar saling bertukar hadiah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: تَهَادُوا تَحَابُّوا
“Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Saling memberi hadiahlah, niscaya kalian akan saling mencintai”. (HR. Bukhari dalam al-adab al-mufrad nomor 269 dan dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani).
Kalau kita analisa menggunakan teori ilmu sharf_pada kata “تهادا” menggunakan istilah musyarakah yang artinya ada feedback dari orang yang diberi hadiah. Dan inilah yang dilakukan oleh Rasulullah. Memang terkadang orang yang diberi hadiah tidak punya modal, untuk memberikan yang lebih atau bahkan yang semisal. Maka agar ada saling tukar hadiah, berdasarkan petunjuk Rasulullah minimal dibalas dengan doa.
وعن عبد الله بن عمر ـ رضي الله عنهما ـ قال: قال رسول الله ـ صلى الله عليه وسلم ـ: ( من سألكم بالله فأعطوه، ومن دعاكم فأجيبوه، ومن أهدى لكم فكافئوه، فإن لم تجدوا ما تكافئوه فادعوا له ) رواه أحمد .
“Dari Abdullah bin Umar-radiallahu anhuma-ia berkata: Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Siapa yang meminta kepada kalian karena Allah, maka berikanlah, dan siapa yang mengundang kalian, maka datanglah. Dan siapa yang memberi hadiah kepada kalian, maka balaslah, jika kalian tak juga mampu maka balaslah dengan doa”. (HR. Ahmad).
Oleh karena itu, kita sebagai pengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam harus memiliki ‘izzah (harga diri), tidak hanya senang memberi hadiah, menikmati pemberian orang begitu saja, tetapi ketika ada orang yang memberi hadiah kepada kita, minimal kita tampakkan rasa terima kasih kita walau hanya dengan ucapan doa.
Semoga bermanfaat.