Penyakit ghuluw tidak hanya menimpa umat sebelum kita. Penyakit inipun terlihat merajalela hari ini, di depan kita. Bahkan kita sendiri belum tentu selamat dari penyakit ini. Maka tidak ada yang selamat dari penyakit ini kecuali hamba yang diselamatkan oleh Allah.
Adapun pengertian ghuluw, Syaikh Utsaimin dalam kitab Syarh Kasf As-Syubuhat (h. 17-18) berkata:
مجاوزة الحد في التعبد والعمل والثناء قدحا ومدحا
“Melampaui batas dalam ibadah, amalan, pujian; celaan, dan sanjungan”.
Artinya ghuluw yang menimpa manusia tidak lepas dari:
- Berlebihan dalam ibadah (tidak mengikuti tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah)
- Berlebihan dalam memuji dan menyanjung seseorang, tempat, adat, budaya dsb
- Berlebihan dalam mencela
Macam-Macam Ghuluw Yang Menimpa Manusia
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin-rahimahullah- mengatakan bahwa ghuluw yang terjadi pada diri manusia terbagi kepada empat macam:
Pertama. Ghuluw dalam masalah aqidah seperti yang dilakukan oleh Ahlul Kalam dalam masalah tauhid sifat-sifat Allah. ghuluw terlihat ketika Ahli Kalam menyerupakan antara sifat Allah dengan sifat makhluk, dan di satu sisi mereka manafikan sifat yang Allah tetapkan.
Adapun sikap (mauqif) Ahlussunnah Wal Jama’ah senantiasa berada di pertengahan dengan; menetapkan sifat dan asma sesuai yang telah ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur’an, dan apa yang ditetapkan oleh Rasulullah dalam sunnahnya, tanpa menjelaskan tentang kaifiyatnya (bentuknya) juga tanpa menyerupakan dengan sifat makhluk.
Kedua. Ghuluw dalam ibadah seperti yang dilakukan oleh kaum Khawarij yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar seperti berzina, minum khamar, pelaku riba keluar dari Islam. Dan ghuluw yang dilakukan oleh kaum Mu’tazilah yang berpendapat bahwa pelaku maksiat “tidak disebut mukmin, dan tidak disebut kafir”. Ini adalah sikap ghuluw (berlebih-lebihan), di sisi lain datanglah Murjiah yang menganggap bahwa zina, riba, mencuri, membunuh tidak akan mengurangi kualitas iman.
Adapun mauqif (posisi) Ahlusunnah wal Jamaah atas pemikiran-pemikiran kelompok ini adalah bahwa pelaku maksiat akan mengurangi kualitas iman sesuai kadar maksiat yang ia lakukan. Sebagaimana pelaku dosa besar berada di atas kekuasaan Allah, jika Allah menghendaki Allah ampuni, dan jika Allah berkehendak Allah azab.
Ketiga. Ghuluw dalam masalah muamalah, dengan mengatakan bahwa semua muamalah itu haram. Di sisi lain ada juga yang bermudah-mudahan, dengan mengatakan semua halal asalkan ada maslahahnya untuk pribadi, bahkan sampai menghalalkan riba dengan istilah bunga atau dengan gharar dengan istilah kompetitif.
Mazhab Ahlussunnah wal Jamaah dalam masalah muamalah adalah adil dalam menyikapi halal dan haram. Jika ada dalil yang mengharamkan, maka muamalah tersebut hukumnya haram, jika tidak ada dalil yang mengharamkan, maka kembali kepada hukum asal muamalah yakni mubah.
Keempat. Ghuluw dalam masalah adat (kebiasaan) atau kultur, bahasa, tempat, budaya dan sebagainya. Yaitu berlebih-lebihan dalam mengangungkan budaya yang sudah lama dilakukan, bahkan menganggap budaya lebih mulia daripada agama.
Akibat Ghuluw
Hal yang ditakutkan dalam sifat ghuluw adalah terjatuh kepada kesyirikan. Apalagi jika sifat itu terus menerus ada dalam diri hamba. Seperti ghuluw terhadap tokoh, terhadap Ustadz, terhadap kyai tertentu. Bisa jadi akan dianggap sebagaimana manusia yang ma’sum, bisa juga dijadikan sebagai standar kebenaran. Oleh karena itu sifat ghuluw telah membinasakan umat-umat sebelum kita.
Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wa sallam-bersabda:
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "هلك المُتَنَطِّعون -قالها ثلاثا-".
“Dari Abdullah bin Mas’ud-radiallahu ‘anhu-bahwa Rasulullah-shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Telah celaka orang-orang yang berlebih-lebihan”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan itu sebanyak tiga kali”. (HR. Muslim).
Kemudian Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wa sallam- juga bersabda:
يا أيُّها النَّاسُ إيَّاكم والغُلوَّ في الدِّينِ فإنَّهُ أهْلَكَ من كانَ قبلَكُمُ الغلوُّ في الدِّينِ
“Wahai manusia, janganlah kalian berlebih-lebihan dalam agama, karena sungguh yang membuat celaka umat sebelum kalian adalah berlebihan dalam beragama”. (HR. Ibnu Majah/3029 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Sungguhlah benar semua yang disampaikan oleh Rasulullah, tidaklah terjadi perselisihan umat ini kecuali di antaranya karena ghuluw dalam beragama, ghuluw terhadap para tokoh maupun Ustadz. Sehingga tak jarang kita lihat sebagian manusia, sibuk membela panutannya walaupun menyelisihi Al-Qur’an dan Sunnah, dan lupa menyibukkan diri dengan Al-Qur’an maupun sunnah.
Catatan:
Di antara hal-hal yang dapat berpotensi menyeret seseorang kepada ghuluw adalah:
- Selalu menyanjung seseorang, hanya untuk mendapatkan jabatan, simpati dan sebagainya.
- Mengangung-agungkan kelompok sendiri, ras, tokoh, Ustadz, kyai.
- Tidak menerima kritik atas panutannya; padahal sudah jelas terdapat kekeliruan
Dalam Islam memuji, mencintai, menghormati, menghargai, membela bukanlah hal yang tercela. Namun yang dikhawatirkan adalah ketika semua itu dilakukan secara berlebih-lebihan.
Allohu ‘alam.