Imam Ibnu Al-Qayyim (751 H) menyebutkan dalam kitab Zad Al-Ma’ad (2/401) berdasarkan riwayat Abu Dawud (5029) dan At-Tirmidzi (2745) dari Sahabat Abu Hurairah-radiallahu ‘anhu-, bahwa di antara contoh dari Nabi-shallallahu ‘alaihi wa sallam- ketika bersin Beliau meletakkan tangannya atau kainnya di atas mulutnya, lalu merendahkan suaranya.
Dan dalam riwayat Bukhari (1240) dan Muslim (5650) ketika selesai bersin dianjurkan untuk mengucapkan kalimat “alhamdulillah”. Sebagaimana penjelasan Ibnu Al-Qayyim- masih dalam referensi yang sama- mengucapkan “alhamdulillah” adalah bentuk syukur kepada Allah atas nikmat bersin. Sebab bersin merupakan perwujudan atas nikmat Allah karena keluarnya bakteri dari rongga mulut yang dibarengi dengan guncangan dahsyat atas seluruh anggota badan seperti guncangan gempa atas seluruh bumi.
Berdasarkan teks (zahir) hadits Nabi “إذا عطس وحمد الله” apabila ia bersin dan mengucapkan “alhamdulillah”, maka “فشمطه” maka maka balaslah dengan “yarhamukallah”, dan orang yang mendengar atau melihat orang lain bersin dan tidak mengucapkan “alhamdulillah”, maka tidak disunnahkan pula bagi orang lain mengucapkan “yarhamukallah”. Walaupun menurut imam An-Nawawi dan imam Ibrahim An-Nakha’I tetap diucapkan sebagai bentuk peringatan baginya, dan bentuk amar makruf agar menjalankan sunnah Islam, tetapi pendapat ini lemah berdasarkan teks-teks hadits yang ada.
Jika Seseorang Bersinnya Lebih Dari Satu Kali
Jika seseorang yang bersin lebih dari satu kali, misalkan dua kali, tiga kali, empat kali dan seterusnya. Apakah tetap dibalas dengan yarhamukallah? Dalam hal ini nash-nash yang ada perlu ditahrir (ditafsirkan). Dalam riwayat Muslim (7479) bahwa ada seorang lelaki bersin di samping Nabi, lalu Nabi mengucapkan “yarhamukallah”, kemudian bersin lagi, Nabi mengatakan bahwa orang ini sedang sakit flu. Artinya dalam riwayat ini jika bersin melebihi satu kali, maka tidak diucapkan lagi dengan doa “yarhamukallah”.
Namun kata ‘lebih dari sekali’ agaknya bersifat ambigu. Sehingga perlu dijelaskan lagi. Bisa dilihat dari riwayat At-Tirmidzi dari Salamah bin Al-Akwa’, bahwa ada seorang lelaki bersin di samping Rasulullah, lalu Nabi mengucapkan “yarhamukallah”, laki-laki itupun bersin yang kedua dan yang ketiga kali, lalu Nabi mengatakan bahwa lelaki itu sedang sakit flu. Artinya bersin yang kedua dan yang ketika adalah bukti bahwa lelaki itu sedang sakit flu, sehingga bersinnya tidak perlu dijawab lagi dengan doa “yarhamukallah”.
Namun dalam Riwayat Abu Dawud (5034, 5035) diriwayatkan dari Abu Hurairah secara mauquf dan marfu’ bahwa ia berkata:
شمت أخاك ثلاثا، فما زاد فهو زكام
“Ucapkanlah tasymit kepada saudaramu tiga kali (bersin), apabila lebih dari tiga kali, maka itu adalah gejala flu”. (HR. Abu Dawud).
Dalam riwayat Said, ia berkata: Saya tidak mengetahui kecuali, Abu Hurairah meriwayatkan hadits di atas secara marfu’ dengan maknanya. Abu Dawud mengatakan hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Nuaim, dari Musa bin Qais, dari Muhammad bin ‘Ajlan, dari Said dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Selesai. Musa bin Qais yang meriwayatkan secara marfu’ ini adalah Al-Hadrami al-Kufi yang dikenal dengan sebutan ushfurul Jannah. Yahya bin Main berkata mengenai Musa bin Qais “orangnya tsiqah”, sedangkan komentar Abu Hatim Ar-Razi “orangnya tidak mengapa” atau laba’ bih. (Ibnu Al-Qayyim, Zad Al-Ma’ad/2/402)
Hadits di atas memiliki landasan yang lain, disebutkan oleh Abu Hurairah secara marfu’ sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang hasan:
إذا عطس أحدُكم فليُشمّته جليسُه، فإن زاد على ثلاثٍ فهو مزكومٌ، ولا يُشمّت بعد ذلك
“Apabila salah satu kalian bersin, maka hendaklah didoakan (tasymit) oleh orang yang ada di dekatnya, tetapi apabila bersinnya lebih dari tiga kali maka orang tersebut sedang dalam gejala flu, dan tidak diucapkan tasymit bila lebih dari tiga kali” (HR. Abu Dawud).
Berdasarkan atas metode al-jam’u wa at-taufiq (kompromi) antara Salamah bin Al-Akwa’ yang diriwayatkan oleh Muslim dan At-Tirmidzi dengan hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dapat disimpulkan bila bersinnya melebih tiga maka tidak perlu diucapkan “yarhamukallah”. (Ibnu Al-Qayyim, Zad al-Ma’ad/2/403).
Allohu ‘alam. Semoga bermanfaat.