Islam merupakan agama yang sangat serius dalam memperhatikan struktur rumah tangga.
Dalam Islam pedoman dalam rumah tangga itu sudah diatur di dalam Al-Quran maupun sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan tentu sebaik-baik aturan adalah aturan Allah subhanahu wa taala dan rasul-Nya.
Untuk itu sebuah keluarga akan sangat jauh dari kata “sakinah” jika aturan-aturan Allah dan Rasul-Nya diabaikan. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah sebaik-baik figur dalam membangun rumah tangga.
Untuk itulah Nabi shallallahu alaihi wasallam telah membimbing kita dalam membangun bangun rumah tangga.
Islam dengan kesempurnaanya telah membicarakan hubungan keluarga; baik secara umum maupun secara khusus, seperti hubungan ayah dengan anak-anaknya atau hubungan anak-anak dengan ayah mereka, begitu juga hubungan antara istri dengan suaminya atau suami dengan istrinya.
Sebagaimana Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam memberikan pedoman dalam membangun hubungan antara keluarga dengan keluarga lainnya atau kerabat dengan kerabat lainnya.
Oleh karena itu para ulama dalam hal ini sangat serius mengkaji persoalan-persoalan dalam rumah tangga. Hal ini terlihat dalam karya-karya yang mengkaji secara detail dan kompleks yang dipenuhi dengan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan sunnah nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.
Dalam konteks struktur rumah tangga, peran seorang ayah atau suami adalah kunci untuk menguatkan bangunan tersebut. Maka kebaikan dalam rumah tangga bisa dilihat pada karakter seorang bapak atau suami. Artinya bahwa akan sangat jarang ditemukan keluarga yang baik, jika seorang ayah tidak berperan dalam rumah tangga.
Kita bisa melihat bagaimana sosok Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mencontohkan kepada umat ini tentang peran sebagai seorang suami dan ayah.
Sosok beliau tidak diragukan lagi tentang keberhasilan dalam membangun rumah di sela-sela kesibukan Beliau dalam berdakwah dan berjihad. Beliau pernah bernasehat kepada para sahabat, dan secara umum untuk umat ini agar menjadi pemimpin terbaik dalam rumah tangga.
Dari Aisyah radhiallahu Anhu Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam adalah sosok bapak yang terbaik untuk keluarganya.
عن عائشة قالت: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: خيركم خيركم لأهله, وأنا خيركم لأهلي
“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik untuk keluarganya, dan saya adalah paling paling baik dari kalian untuk keluargaku”. (HR. At-Tirmidzi).
Ini mengisyaratkan bahwa suami adalah kunci utama dalam kokohnya bangunan rumah tangga.
Terjadinya perselingkuhan yang dilakukan oleh istri di masa ini, tidak lebih dari kurangnya peran suami. Bisa jadi suaminya cuek terhadap prilaku istri, atau perhatian yang tidak memberikan kesan kepada istrinya, dan yang tidak kalah pentingnya adalah kurangnya Pendidikan agama yang ditanamkan oleh suami kepada istrinya.
Menjadi seorang suami atau ayah yang baik untuk orang lain sangatlah mudah. Banyak seorang lelaki berprilaku baik di luar sana bersama teman kantornya, teman sejawatnya dan teman-temannya yang lain, tetapi belum tentu baik untuk keluarganya.
Maka kewajiban utama seorang suami adalah menjaga keluarganya agar terbebas dari ancaman neraka. Untuk itu perintah al-Qur’an yang menyebutkan agar para suami bermuamalah kepada istri dengan cara ma’ruf dimaksudkan agar tujuan pernikahan dapat terealisasikan.
Dan tujuan tertinggi itu terekam dalam rangkain surah Al-Qur’an:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (Q.S. At-Tahrim:6).
Ayat ini mengisyaratkan bahwa ayah secara khusus harus lebih unggul dibanding yang lain. Keshalihannya harus lebih tampak daripada anak dan istrinya, keilmuannya dalam agama harus lebih tinggi daripada anak dan istrinya, dan perannya membawa kebaikan dalam keluarga harus lebih besar daripada anak dan istrinya.
Selain itu, Rasulullah juga memberikan gambaran bagaimana selayaknya seorang ayah berprilaku yang dapat dijadikan sebagai contoh untuk anak-anaknya kelak. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan sifat adil terhadap anak-anak.
عن النعمان بن بشير أنه قال: إن أباه أتى به رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: إني نحلت ابني هذا غلاماً كان لي، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أكلَّ ولدك نحلته مثل هذا، فقال: لا، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: فأرجعه
Dari Nu’man bin Basyir radiallahu anhuma ia mengatakan: Bahwa bapaknya, Basyir, membawa dirinya datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Saya telah memberi anakku seorang pelayan.” Rasulullah Shalla Allahu ‘alaihi wa sallam lantas bertanya: “Apakah setiap anakmu telah kamu beri juga?” dia menjawab; “Tidak.” Rasulullah Shalla Allahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kalau begitu, ambil kembali pemberian itu.”
Ini merupakan konsep pendidikan keluarga yang seringkali dilalaikan oleh para ayah. Hanya karena perbedaan paras, watak dan kepintaran terkadang membuat orang tua tebang pilih terhadap anak-anaknya.
Anak yang lebih pintar terkadang lebih dicintai ketimbang daripada anak yang sedikit lambat. Padahal setiap anak yang lahir memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Untuk itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan jika ada prilaku yang buruk, janganlah dilupakan prilaku yang baik lainnya:
عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لا يفرك مؤمن مؤمنة, إن كره منها خلقاً رضي منها آخر
Dari Abu Hurairah radiallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda: “Janganlah seorang mukmin membenci mukminah, jika ia tidak suka satu akhlaknya, mestinya ia Ridha dengan akhlak lainnya”. (HR. Muslim).
Begitu juga, jika ditemukan ada kebiasaan buruk seorang istri, maka carilah kebiasaan baik lainnya. Ternyata metode ini diajarkan oleh Rasulullah agar hubungan suami (keluarga) itu tetap lenggang.
Cobalah misalkan seorang seorang istri punya satu akhlak yang tidak disukai oleh suami, lalu kemudian itu terus digorang-goreng, maka umur pernikahan dan rumah tangga tidak akan pernah lama.
Tidakkah kita membaca sejarah, di mana Aisyah radiallahu anha punya sifat pencemburu? Bahkan saking semburunya, ia rela memecahkan makanan yang ada tangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dikirim oleh salah satu istri Nabi, dan ini disaksikan oleh para sahabat lainnya.
Akan tetapi apakah lantas Nabi shallallahu alai wa sallam marah dan menceraikan Aisyah-radiallahu anha? Tidak. Nabi shallallahu alaihi wa sallam malah mengatakan:
غارت أمكم