Menjadi orang berilmu itu sulit, makanya Allah memuliakan dan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu. Sebaliknya menjadi orang jahil itu gampang, makanya Allah mencela orang-orang jahil. Sebaik-baik alim adalah yang paling takut kepada Allah, dan seburuk-buruk manusia adalah orang paling jahil terhadap agama Allah.
Maka tidaklah berlebihan jika imam Sufyan As-Tsauri sebagaimana dikutip oleh imam Ibn Muflih dalam “al-adab as-syar’iyah” (2/46) berwasiat agar selalu meminta perlindungan kepada Allah, dari orang yang berilmu tapi buruk, dan orang yang rajin ibadah tapi bodoh, sungguh kedua orang ini sumber malapetaka pada manusia”.
Celaan Dalam Al-Qur’an Atas Orang-Orang Bodoh
Imam Ibnu Al-Qayyim dalam dalam bukunya “miftah dar as-sa’adah” (1/230) menyebutkan bahwa Allah ta’ala di berbagai ayat al-Qur’an mencela orang-orang jahil.
Di antaranya Q.S. Al-An’am ayat 37 dan 111:
وَقَالُوا۟ لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ ءَايَةٌ مِّن رَّبِّهِۦ ۚ قُلْ إِنَّ ٱللَّهَ قَادِرٌ عَلَىٰٓ أَن يُنَزِّلَ ءَايَةً وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan mereka (orang-orang musyrik Mekah) berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu mukjizat dari Tuhannya?" Katakanlah: "Sesungguhnya Allah kuasa menurunkan suatu mukjizat, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”. (Q.S. Al-An’am: 37).
Allah berfirman:
وَلَوْ اَنَّنَا نَزَّلْنَآ اِلَيْهِمُ الْمَلٰۤىِٕكَةَ وَكَلَّمَهُمُ الْمَوْتٰى وَحَشَرْنَا عَلَيْهِمْ كُلَّ شَيْءٍ قُبُلًا مَّا كَانُوْا لِيُؤْمِنُوْٓا اِلَّآ اَنْ يَّشَاۤءَ اللّٰهُ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَهُمْ يَجْهَلُوْنَ
“Dan sekalipun Kami benar-benar menurunkan malaikat kepada mereka, dan orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) di hadapan mereka segala sesuatu (yang mereka inginkan), mereka tidak juga akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki. Tapi kebanyakan mereka tidak mengetahui (arti kebenaran)”. (QS. Al-An’am:111).
Ayat pertama diungkapkan dengan “ketidakpunyaan ilmu”, dan ayat keduanya diungkapkan dengan kata “bodoh”, semua celaan itu ditujukan kepada mayoritas manusia.
Juga disebutkan dalam Q.S. Al-Furqan: 44 yang berbunyi:
اَمْ تَحْسَبُ اَنَّ اَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُوْنَ اَوْ يَعْقِلُوْنَۗ اِنْ هُمْ اِلَّا كَالْاَنْعَامِ بَلْ هُمْ اَضَلُّ سَبِيْلًا ࣖ
“Atau apakah engkau mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu hanyalah seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat jalannya”. (QS. Al-Furqan: 44).
Allah tidak hanya menyamakan orang-orang jahil dengan “hewan ternak”, tetapi lebih daripada itu, mereka dicap sebagai manusia yang paling sesat. Oleh karena kesesatan itulah, Allah menjadikan orang-orang jahil seburuk-buruk makhluk di permukaan bumi ini.
Allah berfirman:
إنَّ شَرَّ ٱلدَّوَآبِّ عِندَ ٱللَّهِ ٱلصُّمُّ ٱلْبُكْمُ ٱلَّذِينَ لَا يَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah; orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apapun”. (QS. Al-Anfal: 22).
Allah mengabarkan bahwa orang-orang jahil adalah makhluk terburuk. Tidak ada yang paling berbahaya melebihi kajahilan. Dan kejahilan ini pada hakikatnya adalah musuhnya para Nabi dan Rasul. Maka Allah mencegah Nabi-Nya agar tidak menjadi orang jahil.
Allah berfirman:
وَإِن كَانَ كَبُرَ عَلَيْكَ إِعْرَاضُهُمْ فَإِنِ ٱسْتَطَعْتَ أَن تَبْتَغِىَ نَفَقًا فِى ٱلْأَرْضِ أَوْ سُلَّمًا فِى ٱلسَّمَآءِ فَتَأْتِيَهُم بِـَٔايَةٍ ۚ وَلَوْ شَآءَ ٱللَّهُ لَجَمَعَهُمْ عَلَى ٱلْهُدَىٰ ۚ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلْجَٰهِلِينَ
“Dan jika perpalingan mereka (darimu) terasa amat berat bagimu, maka jika kamu dapat membuat lobang di bumi atau tangga ke langit lalu kamu dapat mendatangkan mukjizat kepada mereka (maka buatlah). Kalau Allah menghendaki, tentu saja Allah menjadikan mereka semua dalam petunjuk sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang jahil”. (QS. Al-An’am: 36).
Betapa hinanya kebodohan itu, sehingga Allah secara tegas dan jelas mengingatkan semua Nabi dan Rasul-Nya agar tidak seperti orang-orang jahil.
Orang Jahil Itu Musuh Allah
Syaikhah Ummu Tamim dalam bukunya “Aqa’id Al-Firaq Ad-Dhallah Wa ‘Aqidah Al-Firqah An-Najiyah” (h. 47) menyebutkan bahwa orang-orang bodoh adalah musuh Allah, lalu hukuman yang Allah berikan kepada para musuhnya adalah kebodohan dan tidak dapat memahami agama-Nya (Al-Qur’an).
Allah berfirman:
وَإِذَا قَرَأْتَ ٱلْقُرْءَانَ جَعَلْنَا بَيْنَكَ وَبَيْنَ ٱلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِٱلْءَاخِرَةِ حِجَابًا مَّسْتُورًا
“Dan apabila kamu membaca Al Quran niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup”. (QS. Al-Isra: 45).
Kemudian dilanjutakan:
وَجَعَلْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَن يَفْقَهُوهُ وَفِىٓ ءَاذَانِهِمْ وَقْرًا ۚ وَإِذَا ذَكَرْتَ رَبَّكَ فِى ٱلْقُرْءَانِ وَحْدَهُۥ وَلَّوْا۟ عَلَىٰٓ أَدْبَٰرِهِمْ نُفُورًا
“Dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka dan sumbatan di telinga mereka, agar mereka tidak dapat memahaminya. Dan apabila kamu menyebut Tuhanmu saja dalam Al Quran, niscaya mereka berpaling ke belakang karena bencinya” (QS. Al-Isra’: 46).
Ilmu Itu Cahaya, Kejahilan Itu Kegelapan
Manusia ini diibaratkan seperti makhluk yang mati, dan tetap akan seperti mayat hidup selama kebodohan menyelimutinya. Itulah yang ditegaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an.
Allah berfirman:
أَوَمَن كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَٰهُ وَجَعَلْنَا لَهُۥ نُورًا يَمْشِى بِهِۦ فِى ٱلنَّاسِ كَمَن مَّثَلُهُۥ فِى ٱلظُّلُمَٰتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِّنْهَا ۚ كَذَٰلِكَ زُيِّنَ لِلْكَٰفِرِينَ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.(QS. Al-An’am: 122)
Kita lihat bagaimana Allah menyebut orang yang memiliki hati tapi seolah-olah mati tak berfungsi, lalu Allah hidupkan dengan cahaya ilmu, setelah itu ia berjalan seperti cahaya yang bisa menjadi penerang di tengah-tengah manusia. Oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam bukunya “fath al-bari syarh shahih al-bukhari” (1/192) mengatakan oleh karena itu imam Bukhari mengangkat satu sub bab penting mengenai “pentingnya ilmu sebelum berkata dan berbuat”, sesuai dengan firman Allah Q.S. Muhammad ayat 19:
فَٱعْلَمْ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسْتَغْفِرْ لِذَنۢبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَىٰكُمْ
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal”. (QS. Muhammad: 19).
Allah memulai dengan “ilmu” sebelum tauhid, sebab syarat sah tauhid adalah ilmu.