Di beberapa daerah atau negara seperti Eropa, Amerika dan negara lainnya mungkin sering terjadi kaum muslimin membangun masjid, padahal dulunya adalah tempat ibadah orang kafir. Lalu pertanyaannya, apakah itu boleh?
Fatawa Lajnah Daimah (Komite Tetap untuk Penelitian Ilmiah dan Fatwa Ulama) yang berpusat di Saudi Arabia telah mengeluarkan fatwa (6/267) terkait hal ini yang berbunyi:
يجوز شراؤها وجعلها مسجداً وتجب إزالة الصلبان والصور المعلقة والمنقوشة فيها ، وكل ما يشعر بأنها كنيسة ، ولا نعلم مانعاً يمنع من ذلك
Boleh membeli (gereja) dan menjadikannya sebagai masjid, hanya saja wajib menghilangkan salib dan gambar-gambar yang digantungkan dan yang terlukis di dalamnya, dan semua symbol gereja wajib untuk dihilangkan. Dan kami tidak mengetahui adanya larangan tentang itu.
Artinya berdasarkan fatwa ini jelas membolehkan membangun masjid yang dulunya adalah gereja atau tempat ibadah nonmuslim.
Fatwa di atas didasari oleh sebuah hadits dari sahabat Talq bin Ali-radiallahu anhu ia berkata:
خَرَجْنَا وَفْدًا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ وَصَلَّيْنَا مَعَهُ وَأَخْبَرْنَاهُ أَنَّ بِأَرْضِنَا بِيعَةً لَنَا ( البيعة : معبد النصارى أو اليهود ) فَاسْتَوْهَبْنَاهُ مِنْ فَضْلِ طَهُورِهِ فَدَعَا بِمَاءٍ فَتَوَضَّأَ وَتَمَضْمَضَ ثُمَّ صَبَّهُ فِي إِدَاوَةٍ وَأَمَرَنَا فَقَالَ اخْرُجُوا فَإِذَا أَتَيْتُمْ أَرْضَكُمْ فَاكْسِرُوا بِيعَتَكُمْ وَانْضَحُوا مَكَانَهَا بِهَذَا الْمَاءِ وَاتَّخِذُوهَا مَسْجِدًا قُلْنَا إِنَّ الْبَلَدَ بَعِيدٌ وَالْحَرَّ شَدِيدٌ وَالْمَاءَ يَنْشُفُ فَقَالَ مُدُّوهُ مِنْ الْمَاءِ فَإِنَّهُ لا يَزِيدُهُ إِلاّ طِيبًا فَخَرَجْنَا حَتَّى قَدِمْنَا بَلَدَنَا فَكَسَرْنَا بِيعَتَنَا ثُمَّ نَضَحْنَا مَكَانَهَا وَاتَّخَذْنَاهَا مَسْجِدًا فَنَادَيْنَا فِيهِ بِالْأَذَانِ قَالَ وَالرَّاهِبُ رَجُلٌ مِنْ طَيِّئٍ فَلَمَّا سَمِعَ الأَذَانَ قَالَ دَعْوَةُ حَقٍّ ثُمَّ اسْتَقْبَلَ تَلْعَةً مِنْ تِلاعِنَا (تلعة " بفتح فسكون مسيل الماء من أعلى الوادي وأيضا ما انحدر من الأرض ) فَلَمْ نَرَهُ بَعْدُ
Kami pergi menghadap Nabi-shallallahu alaihi wa sallam-dan kamipun membaiat Beliau, setelah itu kami shalat bersamanya, dan kami informasikan bahwa di negeri kami ada “Biah” (tempat ibadah Nasrani atau Yahudi. Lalu kamu meminta agar diberikan kepada kami bekas wudhunya. Lalu Rasulullah, meminta agar didatangkan air, lalu Beliau berwudhu, bermadmadah, kemudian menuangkan air ke ember, lalu menyuruh kami. Pulanglah kalian, jika kalian sudah sampai di negeri kalian, hanguskan symbol ibadah Nasrani dan Yahudi itu, lalu tuangkan bekas air wudhu ini ke tempat (bekas-bekas ibadah mereka), lalu bangunkan menjadi sebuah masjid. Kami sampaikan, sungguh negeri kami sangat jauh, dan cuaca sangat panas, dan air akan mengering. Nabi-shallallahu alaihi wa sallam berkata “Bentangkan saja dengan air, karna sesungguhnya air itu akan terus menambah kebaikan. Lalu kami pulang dan sampai di negeri kami, dan kami hanguskan “biah” dan kami curahkan air itu dan bangunkan di atas sebuah masjid dan kami kumandangkan di dalamnya azan. (HR. An-Nasaī/699 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani/701).
Wajhu ad-dilalahnya (metode pengambilan hukumnya); bahwa setelah mereka masuk Islam, Rasulullah-shallallahu alaihi wa sallam menyuruh mereka untuk menjadikan bekas tempat ibadah mereka menjadi masjid. Dan ini menunjukkan bahwa boleh membangun atau menjadikan masjid yang dulunya adalah bekas tempat ibadah orang kafir.
Allahu ‘alam.